Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) / AEC (Asean EconomicCommunity) 2015 adalah proyek yang telah lama disiapkan seluruh anggota ASEAN
yang bertujuan untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN dan
membentuk kawasan ekonomi antar negara ASEAN yang kuat. Dengan diberlakukannya
MEA pada akhir 2015, negara anggota ASEAN akan mengalami aliran bebas barang,
jasa, investasi, dan tenaga kerja terdidik dari dan ke masing-masing negara.
Dalam hal ini, yang perlu dilakukan oleh Indonesia adalah bagaimana Indonesia
sebagai bagian dari komunitas ASEAN berusaha untuk mempersiapkan kualitas diri
dan memanfaatkan peluang MEA 2015, serta harus meningkatkan kapabilitas untuk
dapat bersaing dengan Negara anggota ASEAN lainnya sehingga ketakutan akan
kalah saing di negeri sendiri akibat terimplementasinya MEA 2015 tidak terjadi.
Dalam menghadapi pasar bebas Asia (AFTA) 2003, mutu
SDM Indonesia cukup mengkhawatirkan. Man power planning secara nasional perlu
dilakukan dengan seksama. Secara umum, mutu sekolah dan universitas di
Indonesia pun relatif lebih rendah dibandingkan mutu sekolah atau universitas
di Singapura dan Malaysia. Universitas-universitas terkemuka Indonesia masih
menduduki peringkat jauh dibawah sepuluh besar,
padahal universitas merupakan suatu wadah pendidikan dan
pengembangan ilmu. Pendidikan berperan besar dalam meningkatkan mutu SDM sebab
itu mutu pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan baik secara kuantitas
maupun secara kualitas. Kurikulum dan sistem belajar mengajar
perlu ditinjau kembali dan ditingkatkan.
Pelatihan-pelatihan yang efektif perlu dirancang
untuk meningkatkan kualitas SDM. Sementara itu di tingkat mikro,
perusahaaan-perusahaan perlu berperan aktif untuk ikut meningkatkan mutu SDM
baik. Perusahaan perlu mengkaji dan menganalisis kebutuhan dan
kesenjangan SDM terhadap strategi perusahaan masa
kini dan masa mendatang. Aset SDM yang perlu dievaluasi adalah bobot/kualitas
dan potensi SDM yang dimiliki saat ini, kebijakan-kebjakan SDM, sistem
pengadaan, pemeliharaan dan pelatihan pengembangan, nilai-nilai yang ada baik
yang positif maupun yang negatif serta kemampuan mengelola keragaman SDM.
Berkaitan dengan aset SDM suatu perusahaan, dalam menyusun strategi SDM perlu
dievaluasi sejauh mana elemen-elemen organisasi sudah sesuai dengan strategi
korporat, SBU, visi, misi, sasaran perusahaan.
Disamping perlu dirancang suatu alat ukur (human
resource measurement) untuk mengetahui mutu dan kuantitas SDM, potensi SDM
serta keterkaitan strategi SDM dengan performance perusahaan. IGM Mantera,
misalnya mengemukakan pengukuran keberhasilan karyawan berdasarkan jenis
keterampilan yaitu a) untuk ketrampilan profesional dipergunakan vitality index
dan b) untuk ketrampilan manajerial diukur dari kesiapan suksesi.
Untuk mengevaluasi SDM perlu dipertimbangkan empat faktor sebagai berikut :
Tingkat strategis, antara lain misi, visi dan
sasaran organisasi .
Faktor Internal SDM , antara lain: aset SDM,
kualifikasi SDM, aktivitas SDM : pengadaan, pemeliharaan, pelatihan dan
pengembangan, serta kebijakan- kebijakan SDM.
Faktor-faktor eksternal, antara
lain demografis, perubahan sosial, budaya,
teknologi, politik, peraturan pemerintah, pasar
tenaga
kerja dan isu Internasional (misalnya : HAM dan ekologi).
Faktor organisasional, antara lain
struktur, strategi perusahaan, budaya perusahaan, dan strategi
SDM.
Dalam hal ini, yang perlu dilakukan oleh Indonesia
adalah bagaimana Indonesia sebagai bagian dari komunitas ASEAN berusaha untuk
mempersiapkan kualitas diri dan memanfaatkan peluang dalam MEA serta harus
meningkatkan kapabilitas untuk dapat negeri sendiri akibat terimplementasinya
MEA tidak terjadi, seperti telah kita ketahui bersama bahwa negara–negara di
ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, Filipina dan Brunei Darussalam yang
juga terus meningkatkan kualitas mereka dalam hal perekonomian dalam rangka
menghadapi MEAbersaing dengan Negara anggota ASEAN lainnya sehingga ketakutan
akan kalah saing di.
Langkah-langkah strategis yang dilakukan oleh daerah
tentunya harus sesuai dan selaras dengan langkah yang akan dan sudah
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat sejalan dengan apa yang direkomendasikan
dalam Cetak Biru MEA yang mengharuskan setiap negara ASEAN wajib mereformasi
semua unsur-unsur utama yang menjadi sektor esensial dan syarat mutlak dalam
rangka menghadapi implementasi MEA. Antara kawasan domestik dengan kawasan
regional harus dilakukan upaya-upaya yang memiliki korelasi yang sama dan upaya
yang dilakukan harus tersinkronisasi dengan baik. Upaya yang dilakukan dalam
kawasan domestik mengacu terhadap syarat mutlak yang diajukan dalam
internalisasi regional. Sehingga dikatakan terpadu antar domestik dan regional
dalam rangka menghadapi integrasi ekonomi kawasan.
Secara garis besar, langkah strategis yang harus
dilakukan daerah antara lain adalah dengan melakukan pembenahan terhadap
sektor-sektor potensial yang startegis dan terkait dengan mekanisme yang telah
ditentukan ASEAN dalam rangka menciptakan pasar bebas dan basis produksi
internasional. Langkah strategis tersebut diantaranya :
A. Sosialisasi Kepada Stakeholders
Pemerintah Daerah perlu melakukan sosialisasi kepada
seluruh stakeholder ( Pejabat Sipil, Kepolisian dan Militer, Dunia Usaha,
Perbankan, UMKMK, dan masyarakat luas), karena sampai saat ini MEA baru
dipahami oleh kalangan menengah ke atas. Perlu dilakukan seperti pesta
demokrasi, misalnya dengan spanduk, umbul umbul dan papan-papan di berbagai
fasilitas umum yang menginformasikan pelaksanaan MEA, media cetak, dan televisi
juga aktif mengabarkan berita ini melalui countdown yang dihitung mundur setiap
harinya. Seperti halnya yang dilakukan Pemerintah Thailand.
B. Peningkatan Daya Saing Ekonomi
Daya saing merupakan salah satu aspek penting dalam
menjadikan ASEAN sebagai single market and production base, daya saing
merupakan salah satu pilar MEA yang bertujuan menjadikan ASEAN sebagai kawasan
regional dengan daya saing tinggi di kawasan maupun di lingkungan intenasional.
Hal ini pun merupakan syarat bagi Indonesia dan negara ASEAN lainnya untuk
meningkat daya saing ekonomi dalam rangka menghadapi integrasi ekonomi MEA.
Sementara itu The International Institute for
Management Development (IMD) Competitive Center (tahun 2013-2014) menyebutkan
bahwa faktor utama yang menghambat daya saing di Indonesia, adalah :
- Kualitas dan Kuantitas SDM belum meningkat
- Belum efisiennya birokrasi dan terlampau banyak
paket deregulasi
- Belum membaiknya infrastruktur
- Regulasi perpajakan yang memberatkan
- Pertumbuhan ekonomi menigkat namun 65% disokong
oleh komsumsi domestik sisanya eksport
- Kebijakan yang tidak solid.
- Masih tingginya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Hal ini tentu saja menjadi tantangan sekaligus tugas
berat bagi jajaran pemerintahan, baik pusat maupun daerah untuk segera
mengatasinya. Keberhasilan pelaksanaan Reformasi Birokrasi akan sangat
mendukung peningkatan daya saing yang cukup memadai dalam menghadapi MEA.
C. Perbaikan Infrastruktur
Tantangan yang dihadapi Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dalam infrastruktur adalah antara lain (a) memperbaiki semua
infrastruktur yang rusak, seperti jalan-jalan raya yang berlubang dan
bergelombang dan yang sebagian hancur karena tanah longsor dalam waktu singkat;
(b) membangun jalan tol atau jalan kereta api ke pelabuhan, dan pembangunan
pelabuhan seperti Tanjung Api Api dan lainnya yang selama ini menjadi pintu
keluar masuk barang dalam beberapa tahun ke depan; (c) meningkatkan akselerasi
listrik dan air bersih dalam dua tahun ke depan, dan banyak lagi. Logistik juga
merupakan bagian terpenting dari infrastruktur dalam kaitannya dengan
kepentingan ekonomi atau urat nadi perdagangan pada khususnya. Terutama dalam
hal pusat produksi regional, logistik, seperti pelabuhan dan jalan raya dari
pabrik ke pelabuhan atau sebaliknya atau dari pelabuhan ke pusat pemasaran,
sangat penting, Tanpa kelancaran logistik, proses produksi dan perdagangan
dapat terganggu. Inflasipun akan dapat menjadi lebih tinggi akibat terjadinya
ketersendatan di jalan raya dan di pelabuhan, yang jelas, daya saing juga
sangat ditentukan oleh kecepatan barang masuk dan keluar. Begitu pentingnya
logistik membuat sektor ini menjadi yang pertama yang akan diintegrasikan di
dalam proses pelaksanaan MEA.
D. Reformasi Iklim Investasi
Dalam menghadapi implementasi MEA, Daerah harus
mempersiapkan diri dengan pembenahan iklim investasi melalui perbaikan
infrastruktur ekonomi, menciptakan stabilitas makro-ekonomi, serta adanya
kepastian hukum dan kebijakan, dan memangkas ekonomi biaya tinggi. Salah satu
langkah kongkrit yang terus dilakukan oleh Indonesia dengan disahkannya UU PMA
No. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal (menggantikan UU No.1 Tahun 1967 yang
telah diubah menjadi UU No.11 Tahun 1970). Dalam UU No.25 Tahun 2007 ini dapat
dikatakan sudah mencakup semua aspek penting (termasuk soal pelayanan
koordinasi, fasilitas dan hak kewajiban investor, ketenagakerjaan dan
sektor-sektor yang menjadi perhatian utama investor) yang terkait erat dengan
upaya peningkatan investasi dari sisi pengusaha/investor. Ada beberapa diantara
aspek-aspek tersebut yang selama ini merupakan masalah serius yang dihadapi
pengusaha / investor. Oleh karena itu akan sangat berpengaruh positif terhadap
kegiatan penanaman modal di daerah.
E. Reformasi Kelembagaan dan Pemerintah
Penguatan kelembagaan hukum harus ditingkatkan
terutama dalam hal independensi dan akuntabilitas kelembagaan hukum, serta
penguatan etika dan profesionalisme aparatur di bidang hukum, agar dapat
mendorong berlakunya sistem peradilan yang transparan. Upaya meningkatkan
kesejahteraan aparatur penegak hukum terus dilakukan secara bertahap dan
disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara. Diharapkan dengan adanya
peningkatan kesejahteraan yang memadai bagi aparatur penegak hukum, tindakan
yang mengarah dan berpotensi koruptif akan dapat diminimalkan. Budaya taat
hukum, baik di lingkungan aparatur penegak hukum maupun penyelenggara negara
serta masyarakat secara umum melalui peningkatan kesadaran akan hak dan
kewajiban hukum pada aparatur penegak hukum serta masyarakat, juga
ditingkatkan.
F. Pemberdayaan UMKMK
Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi (UMKMK)
sebagai sektor ekonomi nasional yang sangat strategis dalam pembangunan ekonomi
kerakyatan, selalu menjadi isu sentral yang diperebutkan oleh politisi dalam
menarik simpati massa. Para akademisi dan LSM juga banyak mendiskusikannya
dalam forum-forum seminar, namun jarang sekali yang melakukan upaya riil
sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan UMKMK. Sebagai poros
kebangkitan perekonomian nasional, UMKMK tenyata bukan sektor usaha yang tanpa
masalah. Dalam perkembangannya, sektor ini justru menghadapi banyak masalah
yang sampai saat ini belum mendapat perhatian serius untuk mengatasinya.
Teknologi informasi merupakan bentuk teknologi yang
digunakan untuk menciptakan, menyimpan, mengubah, dan menggunakan informasi
dalam segala bentuknya. Melalui pemanfaatan teknologi informasi ini, UMKMK
dapat memasuki pasar global. Pemanfaatan teknologi informasi dalam menjalankan
bisnis atau sering dikenal dengan istilah e-commerce bagi perusahaan kecil
dapat memberikan fleksibelitas dalam produksi, memungkinkan pengiriman ke
pelanggan secara lebih cepat untuk produk perangkat lunak, mengirimkan dan
menerima penawaran secara cepat dan hemat, serta mendukung transaksi cepat
tanpa kertas. Pemanfaatan internet memungkinkan UMKMK melakukan pemasaran
dengan tujuan pasar global, sehingga peluang ekspor sangat mungkin.
Penyediaan pemodalan ini juga sangat penting untuk
meningkatkan kapasitas produksi suatu usaha. Oleh karenanya, dibutuhkan lembaga
pemodalan yang mudah diakses oleh pelaku usaha dari berbagai skala. Terutama
pelaku UMKMK yang seringkali kesulitan dalam penambahan modal.
G. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
SDM merupakan hal yang sangat penting sebagai pelaku
dalam MEA. SDM aparatur pemerintah dan dunia usaha yang berkualitas akan mampu
bersaing dan kuat menghadapi tantangan. Cekatan, disiplin serta inovatif dalam
mengambil ide, langkah, dan tindakan. Peningkatan kualitas SDM misalnya dengan
pelatihan bahasa, pengembangan skill dapat dilakukan dengan pelatihan,
workshop, pertemuan rutin antar pelaku ekonomi, juga pembangunan networking.
H. Peningkatan Partisipasi Semua Unsur Negara
Peningkatan pemahaman akan memungkinkan proses
persiapan tidak hanya dilakukan oleh pihak pemegang otoritas terkait, tetapi
juga bersama-sama dengan segenap pemangku kepentingan (stakeholders). Efek
negatif dari integrasi yang mungkin terjadi dalam jangka pendek harus secara
jelas dikomunikasikan pada sektor-sektor yang terpengaruh untuk membantu
persiapan mereka melalui pelatihan ulang, peningkatan ketrampilan, peralihan
peralihan perlahan kepekerjaan lain. Adanya konsultasi yang intensif dengan
kelompok yang terpengaruh dapat menghindari reaksi yang tidak diinginkan.
No comments:
Post a Comment